Dana Partisipasi Pendidikan Dihapus, Ada Iuran Maksimal Rp100/Bulan

Dana Partisipasi Pendidikan Dihapus, Ada Iuran Maksimal Rp100/Bulan

CIREBON- Pihak sekolah dan Komite SMKN I Lemahabang akhirnya bersedia merevisi RKAS (rencana kegiatan dan anggaran sekolah). Tidak hanya itu, dana pasrtisipasi di SMKN 1 Lemahabang pun akan dihilangkan dan diganti menjadi iuran pendidikan. “Tadi (kemarin, red) ada pertemuan. Pembahasan meliputi persoalan yang sedang kita hadapi. Ada pihak Balai V (perwakilan Disdik Jabar, red) juga tadi. Intinya dari pertemuan tersebut ada beberapa poin yang kita sepakati. Salah satunya adalah revisi RKAS,” ujar Budisono yang dalam pertemuan tersebut tiba-tiba menjabat sebagai Ketua Komite SMKN 1 Lemahabang. Sehari sebelumnya,  dia masih menjabat sekretaris komite. Dikatakan Budi, dalam revisi RKAS tersebut pihak komite dan sekolah sepakat akan menunda terlebih dahulu sejumlah program dan menentukan skala prioritas tanpa mengurangi mutu pendidikan. “Yang direvisi di antaranya ada pembangunan gapura dengan dana sekitar Rp200 juta. Selain itu soal pengadaan seragam dikembalikan ke siswa masing-masing. Jadi untuk penurunan angkanya dari RKAS awal diperkirakan sekitar 30 persen,” imbuhnya. (Baca: Siswa SMKN 1 Lemahabang Protes Dana Partisipasi Pendidikan) Budi membenarkan dana partisipasi pendidikan yang diprotes para siswa ditiadakan. Namun begitu, para siswa direncanakan tetap membayar iuran pendidikan yang besarannya sesuai dengan tingkatan kelasnya. Untuk siswa dari kelas X akan dikenakan iuaran sebesar Rp100 ribu per bulan. Sementara, untuk siswa kelas XI akan dikenakan Rp75 ribu dan untuk kelas XII dikenakan juga iuran sebesar Rp75 ribu. “Dana partisipasi tidak ada lagi, diganti dengan iuaran pendidikan. RKAS-nya sudah direvisi, jadi angkanya nanti lebih kecil. Siswa hanya diharuskan membayar iuaran pendidikan saja,” katanya. Terkait posisinya sebagai ketua komite, Budi mengaku sebenarnya ia sudah sejak Juli 2017 naik menjadi ketua. Sementara ketua komite sebelumnya  Nana Karnadi sudah tak aktif lagi sejak ada Permendikbud 75 Tahun 2016. “Sekarang saya ketua. H Nana sudah tidak di komite lagi karena menjadi pengurus partai politik (Plt ketua DPC Demokrat Kabupaten Cirebon, red),” paparnya. Sementara itu Kepala SMKN 1 Lemahabang Wiryo Santoso saat membantah isu yang menyebutkan jika pihak sekolah melakukan intimidasi kepada para siswa yang melakukan aksi demo. Menurutnya, sampai dengan saat ini lingkungan SMKN 1 Lemahabang dalam situasi aman dan kondusif. “Tidak ada hal seperti itu (intimidasi, red). Mereka kan anak-anak kita juga. Cuma memang ada kekhawatiran dari saya yang takut jika ada pihak-pihak yang bakal mengambil langkah hukum terkait aksi itu, melaporkan anak-anak. Tapi ini sih hanya persepsi saya saja. Mudah-mudahan tidak ada,” tukasnya. Seperti diberitakan, siswa-siswi SMKN 1 Lemahabang, Kabupaten Cirebon, memprotes dana partisipasi pendidikan yang dianggap terlalu besar. Rabu lalu (22/11) mereka melakukan aksi unjuk rasa di halaman sekolah. Para siswa menyatakan keberatan dengan kebijakan pungutan dana partisipasi pendidikan yang dilakukan oleh sekolah. Pasalnya, meskipun diklaim bahwa biaya tersebut sudah melalui mekanisme komite sekolah, namun kenyataannya tidak seluruh orang tua dilibatkan dalam penentuan nilai dana tersebut. Catatan yang diperoleh Radar, pada tahuan ajaran 2017-2018 SMKN 1 Lemahabang menetapkan dana partisipasi pendidikan dengan angka bervariasi. Untuk siswa kelas X sebesar Rp1,9 juta, siswa kelas XI dikenakan sebesar Rp1,6 juta dan untuk siswa kelas XII dikenakan sebesar Rp1,3 juta. Nah, angka yang harus dibayarkan dalam satu tahun itu dirasa terlalu besar. Bila dibandingkan dengan dana partisipasi tahun lalu, tahun ini terlampau tinggi. “Jadi tuntutan kita jelas, meminta pengurangan biaya dana partisipasi, tidak sebesar sekarang. Harus diturunkan. Untuk kelas XII jadi Rp500 ribu, untuk kelas XI jadi Rp500 ribu dan untuk kelas X jadi Rp800 ribu,” ujar salah satu peserta aksi, Fachrurozi saat ditemui Radar di sela-sela aksi demonstarasi. Tuntutan tersebut, sambung Fachrurozi, tidak mengada-ada. Para siswa yakin jika saat ini dana partisipasi terlalu besar. Terlebih setelah melihat rincian dana partisipasi ada selisih terlampau jauh sehingga sangat beralasan jika angka itu diturunkan. “Dari penjelasan kepala sekolah, jujur kami kurang puas. Masih banyak hal yang harus diklirkan,” terang dia. Dia mencontohkan, alokasi dana pembangunan dan dana guru honorer. Dia heran kenapa itu dibebankan kepada siswa. “Padahal ini sekolah negeri. Dan untuk dana siswa kurang mampu, karena ada selisih yang cukup besar. Bukannya jelas, setelah paparan malah semakin banyak pertanyaan, terlebih sekarang tidak ada keputusan,” imbuhnya. (dri)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: